![]() |
Gambar. ilustrasi istimewa |
SuaraPenjuru.Com, Meranti -- Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) Riau, akan melaporkan salah satu Kepala Sekolah SMUN di Tebing Tinggi Kepulauan Meranti (Py) Ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikarenakan lambat dan mandegnya penegakan hukum yang dilakukan oleh 2 institusi penegak hukum sebelumnya, yang dianggap tidak mampu dalam mengusut dan menangani adanya dugaan kasus TIPIKOR saat Covid-19 beberapa tahun lalu sedangkan informasi dan laporan telah sering dilayangkan, baik oleh Media maupun LSM. Hal ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan Dana Komite Sekolah Tahun anggaran 2020 saat Covid-19 di salah satu SMUN Selatpanjang Kepulauan Meranti.
Dari beberapa hasil investigasi dilapangan yang dihimpun beberapa waktu lalu termasuk data dan keterangan dari berbagai sumber, laporan masyarakat, LSM, serta keterangan dari mantan pejabat ketua komite sekolah di Kabupaten Kepulauan Meranti, di dapati informasi dan data keterangan tersebut terindikasi benar adanya dugaan telah terjadinya Tindak Pidana Korupsi dan penyelewengan anggaran yang dilakukan oleh Oknum Kepala Sekolah di salah satu SMUN Tebing Tinggi Kepulauan Meranti terhadap realisasi dan pertanggungjawaban dari Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) Tahun 2020 yang nilainya ditaksir mencapai Rp. 1.162.050.000 (Satu Miliyar Seratus Enam Puluh Dua Juta Lima Puluh Ribu Rupiah).
Diantaranya adalah penggunaan Dana BOS untuk pembelajaran ekstrakurikuler dialokasikan sebesar Rp. 58.932.300 dan diduga terjadinya indikasi korupsi dan fiktif dikarenakan pada tahun 2020 yang lalu dalam situasi Covid-19, sehingga kegiatan pembelajaran di sekolah secara tatap muka ditiadakan dan diliburkan secara Nasional, kemudian siswa melaksanakan kegiatan pembelajaran secara Dalam Jaringan (daring).
Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) Riau, Fajri Andari ketika dihubungi melalui sambungan ponselnya pada Sabtu, 16/08/2025, ia membenarkan akan melaporkan Oknum Kepala Sekolah salah satu SMUN di Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermarkas di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan tersebut. Hal ini terkait adanya dugaan penyalahgunaan Dana BOS tahun anggaran 2020.
“Benar kita Akan melaporkan kepala sekolah tersebut dalam dugaan indikasi terjadinya Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada penggunaan dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) di salah satu SMUN di Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau Tahun Anggaran 2020", terang Fajri lagi.
Ia mengatakan kepada awak media ini, berdasarkan hasil temuan dan investigasi kami dilapangan pada kegiatan Penggunaan Biaya Operasional Sekolah (BOS) di salah satu SMUN di Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun Anggaran 2020 tersebut dengan Nilai Anggaran mulai Triwulan I, II dan III dengan Nilai sebesar Rp. 1.162.050.000 ( Satu Miliyar Seratus Enam Puluh Dua Juta Lima Puluh Ribu Rupiah ). Tahun Anggaran 2020 diduga kuat sebagian besar tidak terlaksana dilapangan alias "FIKTIF”.
Lanjut Fajri, “pada kegiatan pembelajaran dan Ekstrakurikuler dari Triwulan I, II dan III Kegiatan Pembelajaran dan Ekstrakurikuler Sebesar Rp. 58.932.300, diduga kuat tidak terlaksana juga (Fiktif).
Bisa dilihat berdasarkan Laporan K7 (Laporan rincian tentang realisasi penggunaan dana BOS oleh sekolah), hasil dari investigasi dilapangan bahwasanya kegiatan tersebut diatas berdasarkan dengan juknis yang ditetapkan adalah kegiatan yang dilaksanakan dilapangan dengan mengumpulkan para siswa, sementara pemerintah pusat pada tahun 2020 sejak bulan Maret meliburkan sekolah berdasarkan aturan PPSB dan PPKM untuk mencegah terjadinya penyebaran virus Corona-19 (Pandemi Covid-19). Jadi dapat kita pastikan bahwa kegiatan belajar mengajar pada waktu tahun 2020 tersebut TIDAK ADA (Sekolah Diliburkan Secara Nasional).”
Kemudian, pada Pos Anggaran kegiatan Biaya Adminitrasi Sekolah di tahun 2020 tersebut dari Triwulan I, II dan III sebesar Rp. 234.540.800 (Dua Ratus Tiga Puluh Empat Juta Lima Ratus Empat Puluh Ribu Delapan Ratus Rupiah) diduga Kuat anggaran tesebut di Mark-Up, dan sangat diragukan realisasi pelaksanaannya.
Selanjutnya, Pos Anggaran Kegiatan Assement/Evaluasi Pembelajaran dari Triwulan I, II dan III sebesar Rp. 172.682.400 (Seratus Tujuh Puluh Dua Juta Enam Ratus Delapa Puluh Dua Ribu Empat Ratus Rupiah), diduga kuat tidak terlaksana, karena Sekolah sedang diliburkan secara Nasional.
Dan pada Pos Anggaran Kegiatan Penyediaan Alat Multi Media Pembelajaran Triwulan I, II dan III sebesar Rp. 25.100.000 ( Dua Puluh Lima Juta Seratus Ribu Rupiah ), serta Anggaran Kegiatan Pengembangan Perpustakaan Sebesar Rp. 233.900.000 (Dua Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Sembilan Ratus Ribu Rupiah), diduga kuat anggaran tesebut di Mark-Up, dan sangat diragukan pelaksanaannya.
Bukan hanya kegiatan tersebut diatas saja yang menjadi lahan Korupsi oleh Oknum Kepala Sekolah SMUN di Tebing Tinggi berkenaan, yang bersangkutan juga di duga telah melakukan Tindak Pidana Korupsi/ Mark-Up seperti pembayaran terhadap 56 guru honor, dengan total jumlah yang di bayar Rp. 277.200.000, (Dua Ratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Ribu Rupiah). Belum lagi adanya berkaitan dengan pembelian Notebook yang kenyataan dilapangan tidak ada realisasinya.
Terkait dengan hal tersebut kita minta kepada pihak penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nantinya untuk melakukan penyelidikan terhadap siapa saja nama-nama guru atau tenaga pengajar honor yang sudah di bayarkan dari anggaran BOS yang anggarannya bersumber dari APBN tersebut, dan berapa jumlah guru honor sesuai Laporan Dapodik dari Kementerian Pendidikan saat 2020 itu serta Berapakah sebenarnya dibayarkan setiap guru atau tenaga pendidik setiap bulannya berdasarkan bukti-bukti dan keterangan yang dipertanggungjawabkan secara aturan perundangan yang berlaku.
Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi (KOMAK) Riau tersebut juga mengatakan kepada awak Media ini, hasil dari investigasi dan informasi yang di dapatkan bahwasanya Banyak sekali kebocoran anggaran dan kebobrokan yang terjadi di salah satu SMUN Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut, mulai dari anggaran bantuan pendidikan, Dana BOS, pembangunan sekolah, anggaran swakelola sekolah, sampai pungutan pungutan setiap bulan yang dilakukannya, tetapi oknum Kepala Sekolah tersebut selalu lepas dari jeratan hukum yang patut diduga terjadinya perbuatan penyuapan terhadap pihak terkait. Diantaranya oknum APH, oknum wartawan dan oknum LSM.
Pria yang akrab di panggil Fajri ini menyampaikan harapannya agar nanti setelah resmi melakukan pelaporan, kiranya Pimpinan KPK melalui penyidik nya segera memanggil dan memeriksa oknum Kepala Sekolah SMUN di Tebing Tinggi tersebut, yang juga merupakan Ketua Forum dari Kepala Sekolah Menengah tersebut, atas dugaan tindak pidana korupsi dana Bos Tahun anggaran 2020, Ujarnya kepada awak media ini.
Disamping itu, berdasarkan hasil investigasi tim dilapangan mendapatkan informasi dan data, bahwa (Py) ini juga diduga masih melakukan pidana korupsi anggaran BOS dan anggaran Komite Sekolah SMUN di Selatpanjang tersebut, yang tidak hanya ditahun 2020 saja, namun tetap masih berlangsung hingga tahun 2024 dengan jumlah fantastis milyaran rupiah.
Ironisnya, meskipun sejumlah laporan pernah disampaikan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Selatpanjang, Kejaksaan Tinggi (Kejati), dan Kepolisian Daerah (Polda) sejak beberapa tahun yang lalu, hingga saat ini belum ada tindakan lanjut yang signifikan atas laporan tersebut.
Dugaan ini semakin menguat adanya praktik setoran bulanan termasuk dugaan penyuapan dari sejumlah kepala sekolah ke oknum Pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi Riau, LSM, bahkan wartawan, sebagai “uang pengamanan dan pelicin” agar kasus hukum tersebut tidak diproses secara hukum.
“Laporan kami ke Kejari terkait dana komite sejak beberapa tahun lalu tidak pernah diproses oleh penegak hukum. Ada apa ini?” ujar (FY) mantan pejabat Ketua Komite di salah satu SMUN Selatpanjang ketika dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Terkait mencuatnya dugaan ini, seorang tokoh pendidikan di Riau yang enggan disebutkan namanya menegaskan agar Dinas Pendidikan Provinsi Riau tidak tinggal diam.
“Kalau memang benar ada dugaan penyimpangan sebesar itu, Dinas Pendidikan Provinsi Riau wajib turun tangan. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Jangan sampai dunia pendidikan kita rusak karena perilaku oknum. Bila terbukti, harus ada tindakan tegas sesuai aturan perundangan,” katanya.
Beberapa Indikator Dugaan Pelanggaran Hukum :
a. Merugikan Keuangan Negara, berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 25/PUU-XIV/2016.
b. Tindak Pidana Penyuapan, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 209 KUHP.
c. Tindak Pidana Gratifikasi, berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. Penggelapan Dalam Jabatan, berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
e. Mengangkangi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.
Landasan Hukum Tentang Pendidikan Nasional :
Diantara landasan hukum yang mengatur tentang sistem pendidikan nasional adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek pendidikan di Indonesia, termasuk dasar, fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional, prinsip penyelenggaraan pendidikan, hak dan kewajiban warga negara, serta jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, dengan tujuan untuk meningkatkan mutu, pemerataan akses, dan relevansi pendidikan.
Dalam pengelolaan Dana BOS tahun 2020, juknisnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.
Beberapa kelemahan dan lemahnya sistem pengelolaan dan penggunaan dana BOS diantaranya :
1. Sekolah kerapkali memandulkan peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan dengan tujuan untuk mempermudah dalam "mengolah dana BOS sendiri".
2. Dana BOS seringkali hanya dikelola oleh Kepala Sekolah dan Bendahara. Kepala Sekolah mengambil alih peran komite sekolah untuk menyusun perencanaan penggunan dana BOS.
3. Kepala sekolah dalam membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), menggunakan, dan mempertanggungjawabkannya tanpa sepengetahuan komite sekolah. Dan buku kas umum dana BOS dibuat oleh Kepsek.
4. Dana BOS sengaja dikelola tidak transparan. Indikasinya hampir tidak ada sekolah yang memasang papan informasi tentang dana BOS. Dana BOS juga rata-rata hanya diketahui kepala sekolah dan dalam pengelolaannya tanpa melibatkan para guru.
5. Kepala Sekolah sering membuat laporan palsu. Honor para guru yang dibayar dengan dana BOS diambil Kepala Sekolah dengan tanda tangan palsu. Selain memalsukan tanda tangan para guru, sering juga kasus terkait memalsukan kwitansi pembelian alat tulis kantor (ATK) dan meminjam kas (dana BOS) dari bendahara BOS.
Konfirmasi yang bersangkutan :
Ketika tim media mencoba mengklarifikasi beberapa kali kepada Kepala Sekolah yang bersangkutan (Py) dalam rentang beberapa waktu ke Nomor 0821 8517 xxxx, sayangnya hingga berita ini diterbitkan tidak mengangkat telpon dan pesan singkat pun tak kunjung dibalas serta memblokirnya.
DISCLAIMER :
Berita ini akan diperbaharui seiring klarifikasi oleh pihak terkait berlandaskan bukti dan data serta dokumen yang jelas serta dapat dipertanggungjawabkan secara aturan perundangan (SPJ) oleh yang bersangkutan, bukan hanya klarifikasi berdasarkan katanya. Hal ini wujud manifestasi dari Pasal 6 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang PERS yang mengatur tentang peranan pers nasional dan menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang akurat dan benar serta berimbang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk diketahui Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) termasuk bukti dan transaksi keuangan yang bersumber dari APBN dan APBD bukanlah termasuk informasi yang dikecualikan (rahasia) oleh aturan perundangan, dan sebagai penyelenggara anggaran negara seharusnya tidak perlu takut memberikan dan memperlihatkannya ke publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dari pengelolaan keuangan negara sesuai dengan aturan dan mekanisme berlaku. Hal ini sesuai Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan pasal 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 7 dan pasal 17 dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
0 Komentar